Bab III
Bagaimana
Pancasila menjadi Dasar Negara Republik Indonesia?
Pancasila sebagai dasar negara yang
autentik termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Inti esensi nilai-nilai pancasila
tersebut, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
sosial.
A.
Menelusuri
Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara
1.
Menelusuri
Konsep Negara
Istilah
Homo Faber (makhluk yang menggunakan teknologi), Homo Socius (makhluk
kemasyarakatan), Homo Economicus (Makhluk ekonomi), dan istilah Zoon Politicon
(makhluk politik), istilah-istilah tersebut merupakan predikat yang melekat
pada eksistensi manusia.
Menurut
Diponolo (1975: 23-25) negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat
yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di suatu
daerah tertentu.
Diponolo
menyimpulkan 3 unsur (konstitutif) yang menjadi syarat mutlak bagi adanya
negara yaitu:
1.
Unsur
tempat, atau daerah, wilayah atau teritoir.
2.
Unusr
manusia, atau umat (baca : masyarakat), rakyat atau bangsa.
3.
Unsur
Organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintah
Selain unsur
konstitutif ada juga unsur lain, yaitu unsur Deklaratif.
Tata Negara
dapat dilihat dari 2 pendekatan yaitu :
1.
Negara
dalam keadaan diam, yang fokus pengkajiaannya terutama kepada bentuk dan
struktur organisasi negara.
2.
Negata
dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajiaannya, terutama kepada mekanisme
penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di pusat maupun di daerah.
Konsekuensi
Pancasila sebagai dasar negara bagi NRI, antara lain :
Negara indonesia
merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik (Pasal 1 UUD NRI 1945). Pasal
tersebut menjelaskan hubungan Pancasila tepatnya sila ketiga dengan bentuk
negara yang di anut oleh indonesia, yaitu sebagai negara kesatuan bukan sebagai
negara terikat. Pasal 1 ayat 2 UUD NRI 1945, “Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”. Pasal 1 ayat 3 UUD NRI
1945, ditegaskan bahwa, “negara
indonesia adalah negara hukum”. Hal tersebut di tegaskan oleh atmordjo
(2009:25) bahwa : “ konsep negara hukum indonesia merupakan perpaduan 3 unsur,
yaitu pancasila, hukum nasional, dan tujuan negara”.
Indonesia
mengadopsi konsep negara modern yang ideal sebagaiman di kemukakan oleh
carlSchmidt, yaitu demoktratischen Rechtsstaat (wahjono dalam Oesman dan Alfian,
1993:100).
2.
Menelusuri Konsep Tujuan Negara
Secara
teoretik, ada beberapa tujuan negara diantaranya dapat digambarkan sebagai
berikut:
·
Kekuatan,
Kekuasaan, dan Kebesaran/keagungan
·
Kepastian
Hidup, Keamanan dan Ketertiban
·
Keadilan
·
Kesejahteraan
dan Kebahagiaan
·
Kemerdekaan
Berikut
ini uraian tujuan negara menurut pandangan para ahli :
I.
Teori
Kekuatan dan Kekuasaan sebagai Tujuan Negara
1.
Shan
Yang (4-3 SM): Satu-satunya tujuan bagi raja ialah membuat negara kuat dan
berkuasa.
2.
Nicollo
Machiavelli (1469-1527): Raja harus tahu bahwa ia senantiasa dikelilingi oleh
orang-orang yang selalu mengintai kelemahan dan menunggu kesempatan menerkam
atau merebut kedudukannya, maka ia haruslah menyusun dan menambah kekuatan
terus menerus.
3.
Frederich
Nietzsche (1844-1900): Tujuan hidup umat manusia adalah penjelmaan tokoh
pilihan dari mereka yang paling sempurna atau maha manusia.
II.
Teori
Kepastian Hidup, Keamanan, dan Ketertiban sebagai Tujuan Negara
1.
Dante
Alleghieri (abad 13-14 M): Manusia hanya dapat menjalakan kewajiban dengan baik
serta mencapai tujuan yang tinggi di dalam keadaan damai. Oleh karena itu,
perdamaian menjadi kepentingan setiap orang.
2.
Thomas
Hobbes (1588-1679): Perdamaian adalah unsur yang menjadi hakikat tujuan negara.
Demi keamanan dan ketertiban, manusia melepaskan dan melebur kemerdekaannya ke
dalam kemerdekaan umum yaitu negara.
III.
Kemerdekaan
sebagai Tujuan Negara
1.
Herbert
Spencer (1820-1903): Negara itu tak lain adalah alat bagi manusia untuk memperoleh lebih banyak
kemerdekaan daripada yang dimilikinya sebelum adanya negara.
2.
Immanuel
Kant (1724-1804): Kemerdekaan itu menjadi tujuan negara.
3.
Hegel
(1770-1831): Negara adalah suatu kenyataan yang sempurna.
IV.
Teori
Keadilan sebagai Tujuan Negara
1.
Arisiteles
(384-322 SM): Negara seharusnya menjamin kebaikan hidup para warga negaranya.
2.
Thomas
Aquinas (1225-1274): Kekuasaan dan hukum negara itu hanya berlaku selama ia
mewujudkan keadilan, untuk kebaikan bersama umat manusia, seperti yang
dikehendaki Tuhan.
3.
Immanuel
Kant (1724-1804): Terjadinya negara itu dari kenyataan bahwa manusia demi
kepentingan sendiri telah membatasi dirinya dalam suatu kontrak sosial yang
menumbuhkan hukum.
V.
Teori
Kesejahteraan dan Kebahagiaan sebagai Tujuan Negara
1.
Mohammad
Hatta (1902-1804): “Bohonglah segala politik jika tidak menuju kepada
kemakmuran rakyat”.
2.
Immanuel
Kant (1724-1804): Tujuan politik ialah mengatur agar setiap orang dapat puas
dengan keadaannya.
Tujuan
yang ingin dicapai oleh setiap orang mungkin sama , yaitu kesejahteraan dan
kebahagiaan, tetapi cara yang ditempuh berbeda-beda bahkan terkadang saling
bertentangan. Mewujudkan tujuan tersebut figolongkan menjadi 2 aliran, yaitu:
·
Aliran
liberal individualis: Kesejahteraan dan kebahagiaan harus dicapai dengan
politik sistem ekonomi liberal melalui persaingan bebas.
·
Aliran
kolektivis atau sosialis: Kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dapat
diwujudkan melalui politik dan sistem ekonomi terpimpin/totaliter.
Tujuan negara Indonesia dapat dibagi
menjadi 2, yaitu mewujudkan kesejahteraan umum dan menjamin keamanan seluruh bangsa
dan seluruh wilayah negara. Pendekatan dalam mewujudkan tujuan negara dapat
dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu, Pendekatan Kesejahteraan dan Pendekatan
Keamanan.
3.Menelusuri konsep dan Urgensi Dasar
Negara
Secara etimologis, dasar negara maknanya
identik dengan istilah norma dasar, cita hukum, cita negara, dan dasar filsafat
negara.
Secara terminologis, dasar negara
diartikan sebagai landasan dan sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan
negara. Dasar negara juga dapat diartikan sebagai sumber dari segala sumber
hukum negara.
Dasar negara besifat permanen sementara
peraturan perundang-undangan bersifat fleksibel dapat diubah sesuai dengan
tuntutan zaman.
Kaidah tertinggi dalam tatanan kesatuan
hukum dalam negara disebut staatsfundamentalnorm, yang untuk Indonesia berupa
Pancasila.
Dalam
karyanya yg berjudul Nomoi (The Law),
Plato berpendapat bahwa “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam
segala hal”. Senada dengan Plato, Aristoteles memberikan pandangannya, bahwa
“suatu negara yang baik adalah negara yang diperintahkan oleh konstitusi dan
kedaulatan hukum”.
Dasar
negara merupakan suatu norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang menjadi
sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (rechtsidee), baik tertulis maupun tidak
tertulis dalam suatu negara.
Prinsip
bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan dalam
Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang tercermin pada pasal 7 yang menyebutkan jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:
a)
Undang
– Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b)
Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat
c)
Undang
– Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d)
Peraturan
Pemerintah
e)
Peraturan
Presiden
f)
Peraturan
Daerah Provinsi
g)
Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota
B. Menanya Alasan Diperlukannya Kajian
Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila
merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa yang nilai-nilainya bersifat
nasional yang mendasari kebudayaan bangsa, maka nilai-nilai tersebut merupakan
perwujudan dari aspirasi (cita-cita hidup bangsa).
Dengan
Pancasila, perpecahan bangsa Indonesia akan mudah dihindari karena panndangan
Pancasila bertumpu pada pola hidup yang berdasarkan keseimbangan, kelarasan,
dan keserasian sehingga perbedaan apapun yang ada dapat dibina menjadi pola
kehidupan yang dinamis, penuh keanekaragaman yang berada dalam satu keseragaman
yang kokoh.
Pancasila
memberikan arah tentang hukum harus menciptakan keadaan negara yang lebih baik
dengan berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Dengan demikian, diharapkan warga negara dapat
memahami dan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari
kegiatan-kegiatan sederhana yang menggambarkan hadirnya nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai
penyelenggara negara, pemerintah seharusnya lebih mengerti dan memahami dalam
pengaktualisasian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kenegaraan. Pemerintah
harus menjadi panutan bagi warga negara
lain, agar masyarakat luas meyakini bahwa Pancasila itu hadir dalam hembusan
nafas bangsa ini. Hal tersebut sejalan dengan pokok pikiran ke-empat yang
menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD harus mengandung isi yang mewajiban
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur dan berbudi pekerti kemanusiaan yang luhur.
C. Menggali Sumber Yuridis, Historis,
Sosiologis, dan Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Negara
Berikut
merupakan rincian dari sumber-sumber tersebut.
1. Sumber Yuridis Pancasila sebagai
Dasar Negara
Secara
yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia
sebagaimana terdapat pada Pembukaan UUD 1945, yang kelahirannya ditempa dalam
proses kebangsaan Indonesia. Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara
sebagaimana terdapat pada pembukaan juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor
XVIII/MPR/1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan
Ketetapan MPR tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.
Selain
itu, juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 diatur tentang
tata urutan perundang-undangan di Indonesia. Penempatan Pancasila sebagai
sumber segala sumber hukum negara, yaitu sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 bahwa
Pancasila ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar
filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila.
2.
Sumber Historis
Pancasila sebagai Dasar Negara
Dalam sidang
yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Indonesia merdeka, Radjiman meminta
kepada anggotanya untuk menentukan dasar negara. Kemudian dalam pidato 1 Juni
1945, Soekarno menyebut dasar negara dengan menggunakan bahasa Belanda, Philosopische grondslag bagi Indonesia
merdeka dan Soekarno juga menyebut dasar negara dengan istilah “Weltanschauung” atau pandangan dunia.
Selain pengertian
yang diungkapkan oleh Soekarno, “dasar negara” dapat disebut pula “ideologi
negara”, seperti dikatakan oleh Mohammad Hatta :
“Pembukaan UUD, karena memuat didalamnya
Pancasila sebagai ideologi negara, beserta dua pernyataan lainnya yang menjadi bimbingan
pula bagi politik negeri seterusnya, dianggap sendi daripada hukum tata negara
Indonesia. Undang-undang ialah pelaksanaan daripada pokok itu dengan Pancasila
sebagai penyuluhnya, adalah dasar mengatur politik negara dan
perundang-undangan negara, supaya terdapat Indonesia merdeka seperti
dicita-citakan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” (Hatta, 1997:1;Lubis, 2006:332).
Pancasila
dijadikan sebagai dasar negara, yaitu sewaktu ditetapkannya Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 pada 8
Agustus 1945. Pada mulanya, pembukaan direncanakan pada tanggal 22 Juni 1945,
yang terkenal dengan Jakarta-charter
(Piagam Jakarta), tetapi Pancasila telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar
filsafat negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu pada 1 Juni 1945,
dalam rapat Badan Penyelidiik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
3.
Sumber
Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara ringkas,
Latif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014)
menguraikan pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut alam
Pancasila sebagai berikut.
Pertama, nilai-nilai
ketuhanan (religiusitas) sebagai
sumber etika dan spiritualitas (yang
bersifat vertical transcendental) dianggap penting sebagai fundamental etika
kehidupan bernegara. Negara menurut Pancasila diharapkan dapat melindungi dan
kembangkan kehidupan beragama.
Kedua, nilai-nilai
kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan
sifat-sifat sosial (bersifat horizontal) dianggap penting sebagai fundamental
etika politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia.
Ketiga, nilai-nilai
etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan kebangsaan yang
lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh.
Keempat, nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam
aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan.
Kelima,
nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan serta demokrasi
permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam mewujudkan keadilan sosial.
4.
Sumber Politis
Pancasila sebagai Dasar Negara
Pasal 1 ayat (2)
UUD 1945, terkandung makna bahwa Pancasila menjelma menjadi asas dalam sistem
demokrasi konstitusional. Konsekuensinya, Pancasila menjadi landasan etik dalam
kehidupan politik bangsa Indonesia. Pancasila merupakan norma hukum dalam
memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan publik yang menyangkut hajat
hidup orang banyak (sektor pemerintah). Pancasila menjadi kaidah penuntun dalam
setiap aktivitas sosial politiknya (sektor masyarakat). Dengan demikian, sektor
masyarakat berfungsi memberikan masukan yang baik kepada sektor pemerintah
dalam sistem politik. Kemudian, sektor pemerintah akan menghasilkan output
politik berupa kebijakan yang memihak kepentingan rakyat. Dengan demikian,
diharapkan akan terwujud clean government
dan good governance demi terwujudnya
masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan masyarakat yang makmur dalam
keadilan.
D.
Membangun
Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara
1.
Argumen tentang
Dinamika Pancasila
Pada saat
berdirinya negara Republik Indonesia yang ditandai dengan dibacakannya teks
proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia sepakat pengaturan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Namun, sejak November 1945 sampai menjelang ditetapkannya Dekrit Presiden pada
5 Juli 1959, pemerintah Indonesia mempraktikkan sistem demokrasi Liberal.
Setelah
dilaksanakan Dekrit Presiden, Indonesia kembali dianggu dengan munculnya paham
lain. Pada saat itu, sistem demokrasi liberal ditinggalkan, tetapi keadaan
tersebut dimanfaatkan oleh mereka yang menghendaki berkembangnya paham haluan
kiri (komunis). Puncaknya adalah peristiwa G30S PKI 1965. Hal ini menjadi
pemicu berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno yang digantikan oleh
pemerintahan Presiden Soeharto.
Pada
tahun 1998 muncul gerakan Revormasi yang mengakibatkan Presiden Soeharto berhenti
dari jabatannya. Namun sampai saat ini dampak dari Revormasi belum membawa
perubahan, karena masih banyak masyarakat yang belum mengamalkan Pancasila.
Pada
tahun 2004 hingga saat ini berkembang gerakan para akademisi dan pemerhati
serta pencitan Pancasila yang menyuarakan Pancasila sebagai dasar negara
melalui kegiatan seminar dan kongres.
2. Argumen tentang Tantangan terhadap
Pancasila
Pada
era globalisasi ini banyak tantangan yang dapat merusak mental dan moral
Pancasila yang merupakan kebanggaan Indonesia. Tantangan itu berupa arus
pemahaman seperti liberalism, kapitalisme, komunisme, sekularisme, pragmatisme
dan hedonism yang dapat merusak kepribadian bangsa.
Tantangan
tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a.
Di
kehidupan bermasyarakat terjadi perubahan sistem pemerintahan yang berakibat
ditemukannya perilaku anarkisme terhadap fasilitas publik dan asset milik
masyarakat.
b.
Di
bidang pemerintah banyak perilaku aparatur yang kurang mencerminkan jiwa
kenegarawanan. Karena itu hal tersebut perlu dicegah dengan meningkatkan
efektivitas penegakan hukum.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi
Pancasila sebagai Dasar Negara
1. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai
Dasar Negara
a.
Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara
Mahfud
M.D (2009: 16--17) menegaskan bahwa penerimaan Pancasila sebagai dasar negara
akan membawa konsekuensi diterima dan berlakunya kaidah-kaidah penuntun dalam
pembuatan kebijakan negara terutama dalam politik hukm nasional. Mahfud M.D
juga menyatakan bahwa dari Pancasila itu juga lahir sekurangnya 4 kaidah
penuntun dalam pembuatan politik hukum, yaitu:
1)
Kebijakan
umum dan politik harus tetap menjaga integrasi bangsa
2)
Kebijakan
umum dan politik harus didasarkan pada upaya untuk membangun demokrasi dan
nomokrasi
3)
Kebijakan
umum dan politik harus didasarkan pada upaya membangun keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia
4)
Kebijakan
umum dan politik harus didasarkan pada prinsip toleransi beragama dan
berkeadaban
Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
1)
Pancasila
sebagai dasar negara adalah segala sumber tertib hukum
2)
Meliputi
suasan kebatinan
3)
Mewujudkan
cita-cita hukum bagi dasar negara
4)
Mengandung
norma yang mengharuskan UUD mengandung
dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
5)
Merupakan
sumber semangan abadi bagi penyelenggaraaan negara
Setiap
Pancasila merupakan satu kesatuan yang integral, yang saling mengandaikan dan
saling mengunci. Ketuhanan dijunjung tinggi dalam kehidupan bernegara, tetapi
diletakkan dalam konteks negara kekeluargaan yang agaliter, yang mengatasi
paham perseorangan dan golongan, selaras dengan visi kemanusian yang adil dan
beradab, persatuan kebangsaan demokrasi permusyawaratan yang menekankan
consensus seta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Untuk memahami
urgensi Pancasila sebagai dasar Negara dapat menggunakan 2 pendekatan, yaitu
institusional (Kelembagaan) dan Human Resourses (Personal atau sumber daya
manusia). Pendekatan Institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan Negara
yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila sehingga Negara Indonesia memenuhi
unsur-unsur sebagai Negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan Negara atau
terpenuhinya kepentingan nasional (National Interest), yang bermuara pada
terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Sementara, Human Resourses terletak
pada dua aspek, yaitu orang-orang yang memegang jabatan dalam pemerintahan
(aparatur Negara) yang melaksanakan nilai-nilai pancasila secara murni dan
konsekuen di dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawab nya sehingga foemulasi
kebijakan Negara akan menghasilkan kebijakan yang mengejawantahkan kepentingan
rakyat.
Pancasila sebagai dasar Negara mengandung
makna bahwa nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan dan pedoman dalam
membentuk dan menyelenggarakan Negara, termasuk menjadi sumber dan pedoman
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
2. Hubungan Pancasila dengan proklamasi
kemerdekaan RI
Pada
hakikatnya, Proklamasi 17 agustus 1945 bukanlah merupakan tujuan semata-mata,
melainkan merupakan suatu sarana, isi, dan arti yang pada pokoknyamemuat dual
hal sebagai berikut:
a.
Pernyataan
kemerdekaan bangsa Indonesia, baik pada dirinya sendiri maupun terhadap dunia
luar.
b.
Tindakan-tindakan
yang segera harus diselenggarakan berhubung dengan pernyataan kemerdekaan itu
(kaelan, 1993:62)
Letak
dan sifat hubungan antara proklamasi kemerdekaan dengan pembukaan UUD 1945,
sebagai berikut:
a.
Disebutkan
kembali pernyataan kemerdekaan dalam bagian ketiga pembukaan menunjukan bahwa
antara proklamasi dengan pembukaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat
di pisah-pisah kan.
b.
Ditetapkannya
pembukaan pada 18 agustus 1945 bersama-sama di tetapkannya UUD , Presiden dan
wakil presiden merupakan realisasi bagian kedua Proklamasi.
c.
Pembukaan
hakikatnya merupakan pernyataan kemerdekaan yang lebih rinci dari adanya
cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan,
dalam bentuk Negara Indonesia merdeka, berdaulat, bersatu, adil, dan makmur
dengan berdasarkan asas kerohanian pancasila.
d.
Dengan
demikian, sifat hubungan antara pembukaan dan proklamasi, yaitu : memberikan
penjelasan terhadap dilaksankannya proklamasi pada 17 agustus 1945, memberikan
penegasan terhadap di laksanakannya proklamsi, dan memberikan pertanggung
jawaban terhadap dilaksanakan proklamasi (Kaelan, 1993:62-64).
3. Hubungan Pancasila dengan pembukaan
UUD 1945
Notonagoro
(1982:24-26) menegaskan bahwa undang-undang dasar tidak merupakan peraturan
hukum yang tertinggi. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain
sebagai berikut :
1.
Pembukaan
UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak sebagai Staatsfundamentalnorm.
2.
Pancasila
merupakan asas kerohanian pembukaan UUD 1945 sebagai Staatsfundamentalnorm.
4. Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD NRI
1945
UUD NRI 1945 terdiri atas pembukaan
dan pasal-pasal. Hal ini berarti bahwa penjelasan UUD 1945 sudah tidak lagi
menjadi bagian dari ketentuan dalam UUD 1945.
4. Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD
NRI 1945
Terkait
dengan penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD 1945,simak bunyi penjelasan
UUD 1945,sebagai berikut.
“Pokok-pokok
pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang
menguasai hukum dasar negara,baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar)
maupun hukum yang tidak tertulis.Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok
pikiran ini dalam pasal-pasalnya.”
Pola
pemikiran dalam pokok-pokok pikiran penjelasan UUD 1945 tersebut,merupakan
penjelmaan dari pembukaan UUD 1945 ,Pancasila merupakan asas kerohanian dari
pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm.
Apabila disederhanakan,maka pola pemikiran tersebut dapat di uraikan sebagai
berikut :
1.
Pancasila
merupakan asas kerohanian dari pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm.
2.
Pembukaan
UUD 1945 dikristalisasikan dalam wujud pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
3.
Pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 terjelma dalam pasal-pasal UUD
1945.
5.
Impelementasi Pancasila dalam Perumusan Kebijakan
a. Bidang
Politik
Implementasi
Pancasila dalam perumusan kebijakan pada bidang politik dapat ditransformasikan
melalui sistem politik yang bertumpu kepada asas kedaulatan rakyat berdasarkan
konstitusi,mengacu pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Implementasi asas kedaulatan
rakyat dalam sistem politik Indonesia,baik pada sektor suprastruktur maupun
infrastruktur politik,dibatasi oleh konstitusi.
Beberapa konsep
dasar implementasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang politik,dapat dikemukakan
sebagai berkut:
1)
Sektor
Suprastruktur Politik
Suprastruktur
politik adalah semua lembaga-lembaga pemerintahan,seperti
legislatif,eksekutif,yudikatif,dan lembaga pemerintah lainnya baik di pusat
maupun di daerah.Lembaga-lembaga pemerintahan tersebut berfungsi
memformulasikan, mengimplementasikan,dan mengevaluasi kebijakan publik dalam
batas kewenangan masing-masing. Kebijakan publik tersebut harus mengakomodasi
input atau aspirasi masyarakat (melalui infrastruktur politik) sesuai mekanisme
atau prosedur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Di
samping substansi,
Kebijakan
publik tersebut harus merupakan terjemahan atau mengartikulasikan kepentingan
masyarakat,pemerintah juga harus melindungi,memajukan,menegakkan,dan memenuhi
hak asasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945.
2)
Sektor
Masyarakat
Nilai-nilai
pancasila akan menuntun masyarakat ke pusat inti kesadaran akan pentingnya
harmoni dalam kontinum antara sadar terhadap hak asasinya di satu sisi dan
kesadaran terhadap kewajiban asasinya di sisi lain sesuai dengan ketentuan
dalam pasal 28 J ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.
b. Bidang Ekonomi
Spirit yang terkandung dalam pasal 33,pasal
27 ayat (2),dan pasal 33 ayat (1),(2),(3),(4), dan (5),serta pasal 34 UUD 1945
adalah ekspresi dari jiwa nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam
bidang ekonomi. Keberadaan ketiga bentuk badan usaha di samping usaha
perseoranggan,yaitu Badan Usaha Milik Perseorangan/Swasta,Koperasi,dan Badan
Usaha Milik Negara merupakan cerminan kepribadian manusia Indonesia yang
terpancar terutama dari nilai sila ke-lima yang lebih bertumpu pada sosialitas
dan sila ke-dua yang lebih bertumpu pada individualitas terkait sistem
perekonomian nasional.
Sebagai bahan pembanding atas uraian tersebut,berikut
adalah pandangan Mubyarto dan Oesman dan Alfian (1993:240-241) mengenai 5
prinsip pembangunan ekonomi yang mengacu kepada nilai pancasila,yaitu sebagai
berikut:
1.
Ketuhanan Yang
Maha Esa,
roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi,sosial,dan
moral;
2.
Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab,
ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan pemerataan sosial (egalitarian),sesuai asas-asas
kemanusiaan;
3.
Persatuan
Indonesia, prioritas
kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh. Hal
ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi;
4.
Kerakyatan Yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, koperasi
merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk saling konkrit dari usaha
bersama;
5.
Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adanya imbangan yang jelas dan tegas
antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan
kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial.
C.
Bidang Sosial Budaya
Sejatinya masyarakat INDONESIA memiliki
karakter hidup bergotong royong sebagai
yang disampaikan Bung Karno 1 Juni 1945. Tetapi zaman sekarang karakter itu
mulai memudar, rasa persatuan terus tergerus oleh ombak globalisasi yang bermuatan
nilai individualistic. Strategi yang dilakukan pemerintah adalah dengan pasal
31 ayat (5) dan pasal 32 ayat (1,2) UUD 1945 dalam pasal 31 disebutkan bahwa”
pemerintah mengajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai agamana dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia” SEDANGKAN dalam pasal 32 “Negara memajukan kebudayaan nasional
Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai nilai budayanya”
Nilai nilai instrumental diatas sesuai
dengan pendapat SELO SOEMARDJAN dalam Oesman dia mengaktan bahwa kebudayaan
suatu masyarakat dapat berkembang dengan capat dan lambat hanya sedikit
perubahan teknologi yang di pengaruhi Negara oleh karna itu bila masyarakat
mempunyai kebudayaan dan system kenegaraan diwarnai dengan jiwa yang sama maka
masyarakat dan Negara itu dapat hidup denagn jaya dan bahagia akan tetapi bila
kedua unsure itu berbeda atau bertentangan kedua belah pihak akan selalu menderita
oleh karena itu kita harus menjaga karakter gotong royong dan
mengiplementasikan pada masa yang kekinian
D.
Bidang Hankam
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) UUD
45 “setiap warga Negara berhak dan wajib
itu serta dalam upaya bela Negara” bela Negara dapat didefinisikan sebagai
segala sikap dan prilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaanya kepada
tanah air dan bangsa dalam menjaga kesangsungan hidup bangsa dan Negara
berdasarkan pancasila gunamewujudkan tujuan nasional
Bela Negara dalam konteks khusus
perjuangan fisik terkait dengan istilah pertahanan dan keamnana. Dalam
pembangunan pertahanan adalah daya upaya bangsa dalam membangun dan menggunakan
kekuatan nasionalnya untuk mengatasi semua ancaman baik dari luar atau dalam
yang bisa mengancam integritas nasional
Dalam menjaga indoneisa bukan hanya
aparat hukum dan pemeritah yang berkontribusi tetapi seluruh masyarakat tidak terkecuali.
Bagaikan Rumah Negara harus lah dijaga agar seluruh barang berharga yang kita
miliki utuh dan selamat.
Comments
Post a Comment