Skip to main content

Pendidikan Pancasila


Bab III
Bagaimana Pancasila menjadi Dasar Negara Republik Indonesia?
            Pancasila sebagai dasar negara yang autentik termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Inti esensi nilai-nilai pancasila tersebut, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
A.    Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara

1.      Menelusuri Konsep Negara
Istilah Homo Faber (makhluk yang menggunakan teknologi), Homo Socius (makhluk kemasyarakatan), Homo Economicus (Makhluk ekonomi), dan istilah Zoon Politicon (makhluk politik), istilah-istilah tersebut merupakan predikat yang melekat pada eksistensi manusia.

Menurut Diponolo (1975: 23-25) negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di suatu daerah tertentu.
         
Diponolo menyimpulkan 3 unsur (konstitutif) yang menjadi syarat mutlak bagi adanya negara yaitu:
1.              Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau teritoir.
2.              Unusr manusia, atau umat (baca : masyarakat), rakyat atau bangsa.
3.              Unsur Organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintah
Selain unsur konstitutif ada juga unsur lain, yaitu unsur Deklaratif.
Tata Negara dapat dilihat dari 2 pendekatan yaitu :
1.              Negara dalam keadaan diam, yang fokus pengkajiaannya terutama kepada bentuk dan struktur organisasi negara.
2.              Negata dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajiaannya, terutama kepada mekanisme penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di pusat maupun di daerah.
Konsekuensi Pancasila sebagai dasar negara bagi NRI, antara lain :
Negara indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik (Pasal 1 UUD NRI 1945). Pasal tersebut menjelaskan hubungan Pancasila tepatnya sila ketiga dengan bentuk negara yang di anut oleh indonesia, yaitu sebagai negara kesatuan bukan sebagai negara terikat. Pasal 1 ayat 2 UUD NRI 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”. Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945,  ditegaskan bahwa, “negara indonesia adalah negara hukum”. Hal tersebut di tegaskan oleh atmordjo (2009:25) bahwa : “ konsep negara hukum indonesia merupakan perpaduan 3 unsur, yaitu pancasila, hukum nasional, dan tujuan negara”.
Indonesia mengadopsi konsep negara modern yang ideal sebagaiman di kemukakan oleh carlSchmidt, yaitu demoktratischen Rechtsstaat (wahjono dalam Oesman dan Alfian, 1993:100).
2. Menelusuri Konsep Tujuan Negara

Secara teoretik, ada beberapa tujuan negara diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut:
·         Kekuatan, Kekuasaan, dan Kebesaran/keagungan
·         Kepastian Hidup, Keamanan dan Ketertiban
·         Keadilan
·         Kesejahteraan dan Kebahagiaan
·         Kemerdekaan

Berikut ini uraian tujuan negara menurut pandangan para ahli :
       I.            Teori Kekuatan dan Kekuasaan sebagai Tujuan Negara
1.      Shan Yang (4-3 SM): Satu-satunya tujuan bagi raja ialah membuat negara kuat dan berkuasa.
2.      Nicollo Machiavelli (1469-1527): Raja harus tahu bahwa ia senantiasa dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mengintai kelemahan dan menunggu kesempatan menerkam atau merebut kedudukannya, maka ia haruslah menyusun dan menambah kekuatan terus menerus.
3.      Frederich Nietzsche (1844-1900): Tujuan hidup umat manusia adalah penjelmaan tokoh pilihan dari mereka yang paling sempurna atau maha manusia.
    II.            Teori Kepastian Hidup, Keamanan, dan Ketertiban sebagai Tujuan Negara
1.      Dante Alleghieri (abad 13-14 M): Manusia hanya dapat menjalakan kewajiban dengan baik serta mencapai tujuan yang tinggi di dalam keadaan damai. Oleh karena itu, perdamaian menjadi kepentingan setiap orang.
2.      Thomas Hobbes (1588-1679): Perdamaian adalah unsur yang menjadi hakikat tujuan negara. Demi keamanan dan ketertiban, manusia melepaskan dan melebur kemerdekaannya ke dalam kemerdekaan umum yaitu negara.

 III.            Kemerdekaan sebagai Tujuan Negara
1.      Herbert Spencer (1820-1903): Negara itu tak lain adalah alat bagi  manusia untuk memperoleh lebih banyak kemerdekaan daripada yang dimilikinya sebelum adanya negara.
2.      Immanuel Kant (1724-1804): Kemerdekaan itu menjadi tujuan negara.
3.      Hegel (1770-1831): Negara adalah suatu kenyataan yang sempurna.
 IV.            Teori Keadilan sebagai Tujuan Negara
1.      Arisiteles (384-322 SM): Negara seharusnya menjamin kebaikan hidup para warga negaranya.
2.      Thomas Aquinas (1225-1274): Kekuasaan dan hukum negara itu hanya berlaku selama ia mewujudkan keadilan, untuk kebaikan bersama umat manusia, seperti yang dikehendaki Tuhan.
3.      Immanuel Kant (1724-1804): Terjadinya negara itu dari kenyataan bahwa manusia demi kepentingan sendiri telah membatasi dirinya dalam suatu kontrak sosial yang menumbuhkan hukum.
    V.            Teori Kesejahteraan dan Kebahagiaan sebagai Tujuan Negara
1.      Mohammad Hatta (1902-1804): “Bohonglah segala politik jika tidak menuju kepada kemakmuran rakyat”.
2.      Immanuel Kant (1724-1804): Tujuan politik ialah mengatur agar setiap orang dapat puas dengan keadaannya.

Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap orang mungkin sama , yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan, tetapi cara yang ditempuh berbeda-beda bahkan terkadang saling bertentangan. Mewujudkan tujuan tersebut figolongkan menjadi 2 aliran, yaitu:
·         Aliran liberal individualis: Kesejahteraan dan kebahagiaan harus dicapai dengan politik sistem ekonomi liberal melalui persaingan bebas.
·         Aliran kolektivis atau sosialis: Kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dapat diwujudkan melalui politik dan sistem ekonomi terpimpin/totaliter.

Tujuan negara Indonesia dapat dibagi menjadi 2, yaitu mewujudkan kesejahteraan umum dan menjamin keamanan seluruh bangsa dan seluruh wilayah negara. Pendekatan dalam mewujudkan tujuan negara dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu, Pendekatan Kesejahteraan dan Pendekatan Keamanan.


3.Menelusuri konsep dan Urgensi Dasar Negara

Secara etimologis, dasar negara maknanya identik dengan istilah norma dasar, cita hukum, cita negara, dan dasar filsafat negara.
Secara terminologis, dasar negara diartikan sebagai landasan dan sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara. Dasar negara juga dapat diartikan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.

Dasar negara besifat permanen sementara peraturan perundang-undangan bersifat fleksibel dapat diubah sesuai dengan tuntutan zaman.

Kaidah tertinggi dalam tatanan kesatuan hukum dalam negara disebut staatsfundamentalnorm, yang untuk Indonesia berupa Pancasila.
Dalam karyanya yg berjudul Nomoi (The Law), Plato berpendapat bahwa “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam segala hal”. Senada dengan Plato, Aristoteles memberikan pandangannya, bahwa “suatu negara yang baik adalah negara yang diperintahkan oleh konstitusi dan kedaulatan hukum”.
Dasar negara merupakan suatu norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang menjadi sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (rechtsidee), baik tertulis maupun tidak tertulis dalam suatu negara.
Prinsip bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang tercermin pada pasal 7 yang menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:
a)      Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b)      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c)      Undang – Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d)     Peraturan Pemerintah
e)      Peraturan Presiden
f)       Peraturan Daerah Provinsi
g)      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
B. Menanya Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa yang nilai-nilainya bersifat nasional yang mendasari kebudayaan bangsa, maka nilai-nilai tersebut merupakan perwujudan dari aspirasi (cita-cita hidup bangsa).
Dengan Pancasila, perpecahan bangsa Indonesia akan mudah dihindari karena panndangan Pancasila bertumpu pada pola hidup yang berdasarkan keseimbangan, kelarasan, dan keserasian sehingga perbedaan apapun yang ada dapat dibina menjadi pola kehidupan yang dinamis, penuh keanekaragaman yang berada dalam satu keseragaman yang kokoh.
Pancasila memberikan arah tentang hukum harus menciptakan keadaan negara yang lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Dengan demikian, diharapkan warga negara dapat memahami dan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari kegiatan-kegiatan sederhana yang menggambarkan hadirnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai penyelenggara negara, pemerintah seharusnya lebih mengerti dan memahami dalam pengaktualisasian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kenegaraan. Pemerintah harus menjadi  panutan bagi warga negara lain, agar masyarakat luas meyakini bahwa Pancasila itu hadir dalam hembusan nafas bangsa ini. Hal tersebut sejalan dengan pokok pikiran ke-empat yang menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD harus mengandung isi yang mewajiban pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur dan berbudi pekerti kemanusiaan yang luhur.
C. Menggali Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Negara
Berikut merupakan rincian dari sumber-sumber tersebut.
1. Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan UUD 1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia. Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana terdapat pada pembukaan juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Ketetapan MPR tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.
Selain itu, juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 diatur tentang tata urutan perundang-undangan di Indonesia. Penempatan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara, yaitu sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 bahwa Pancasila ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2.      Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
Dalam sidang yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Indonesia merdeka, Radjiman meminta kepada anggotanya untuk menentukan dasar negara. Kemudian dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyebut dasar negara dengan menggunakan bahasa Belanda, Philosopische grondslag bagi Indonesia merdeka dan Soekarno juga menyebut dasar negara dengan istilah “Weltanschauung” atau pandangan dunia.
Selain pengertian yang diungkapkan oleh Soekarno, “dasar negara” dapat disebut pula “ideologi negara”, seperti dikatakan oleh Mohammad Hatta :
Pembukaan UUD, karena memuat didalamnya Pancasila sebagai ideologi negara, beserta dua pernyataan lainnya yang menjadi bimbingan pula bagi politik negeri seterusnya, dianggap sendi daripada hukum tata negara Indonesia. Undang-undang ialah pelaksanaan daripada pokok itu dengan Pancasila sebagai penyuluhnya, adalah dasar mengatur politik negara dan perundang-undangan negara, supaya terdapat Indonesia merdeka seperti dicita-citakan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” (Hatta, 1997:1;Lubis, 2006:332).
Pancasila dijadikan sebagai dasar negara, yaitu sewaktu ditetapkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 pada 8 Agustus 1945. Pada mulanya, pembukaan direncanakan pada tanggal 22 Juni 1945, yang terkenal dengan Jakarta-charter (Piagam Jakarta), tetapi Pancasila telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu pada 1 Juni 1945, dalam rapat Badan Penyelidiik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

3.      Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara ringkas, Latif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014) menguraikan pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut alam Pancasila sebagai berikut.
Pertama, nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat vertical transcendental) dianggap penting sebagai fundamental etika kehidupan bernegara. Negara menurut Pancasila diharapkan dapat melindungi dan kembangkan kehidupan beragama.
Kedua, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial (bersifat horizontal) dianggap penting sebagai fundamental etika politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia.
Ketiga, nilai-nilai etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh.
Keempat, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
Kelima, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan serta demokrasi permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam mewujudkan keadilan sosial.
4.      Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Negara
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, terkandung makna bahwa Pancasila menjelma menjadi asas dalam sistem demokrasi konstitusional. Konsekuensinya, Pancasila menjadi landasan etik dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Pancasila merupakan norma hukum dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak (sektor pemerintah). Pancasila menjadi kaidah penuntun dalam setiap aktivitas sosial politiknya (sektor masyarakat). Dengan demikian, sektor masyarakat berfungsi memberikan masukan yang baik kepada sektor pemerintah dalam sistem politik. Kemudian, sektor pemerintah akan menghasilkan output politik berupa kebijakan yang memihak kepentingan rakyat. Dengan demikian, diharapkan akan terwujud clean government dan good governance demi terwujudnya masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan masyarakat yang makmur dalam keadilan.

D.    Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara

1.      Argumen tentang Dinamika Pancasila
Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia yang ditandai dengan dibacakannya teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia sepakat pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Namun, sejak November 1945 sampai menjelang ditetapkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, pemerintah Indonesia mempraktikkan sistem demokrasi Liberal.
Setelah dilaksanakan Dekrit Presiden, Indonesia kembali dianggu dengan munculnya paham lain. Pada saat itu, sistem demokrasi liberal ditinggalkan, tetapi keadaan tersebut dimanfaatkan oleh mereka yang menghendaki berkembangnya paham haluan kiri (komunis). Puncaknya adalah peristiwa G30S PKI 1965. Hal ini menjadi pemicu berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno yang digantikan oleh pemerintahan Presiden Soeharto.

Pada tahun 1998 muncul gerakan Revormasi yang mengakibatkan Presiden Soeharto berhenti dari jabatannya. Namun sampai saat ini dampak dari Revormasi belum membawa perubahan, karena masih banyak masyarakat yang belum mengamalkan Pancasila.
Pada tahun 2004 hingga saat ini berkembang gerakan para akademisi dan pemerhati serta pencitan Pancasila yang menyuarakan Pancasila sebagai dasar negara melalui kegiatan seminar dan kongres.
2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila
Pada era globalisasi ini banyak tantangan yang dapat merusak mental dan moral Pancasila yang merupakan kebanggaan Indonesia. Tantangan itu berupa arus pemahaman seperti liberalism, kapitalisme, komunisme, sekularisme, pragmatisme dan hedonism yang dapat merusak kepribadian bangsa.
Tantangan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a.       Di kehidupan bermasyarakat terjadi perubahan sistem pemerintahan yang berakibat ditemukannya perilaku anarkisme terhadap fasilitas publik dan asset milik masyarakat.
b.      Di bidang pemerintah banyak perilaku aparatur yang kurang mencerminkan jiwa kenegarawanan. Karena itu hal tersebut perlu dicegah dengan meningkatkan efektivitas penegakan hukum.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara
1. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara
a. Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara
Mahfud M.D (2009: 16--17) menegaskan bahwa penerimaan Pancasila sebagai dasar negara akan membawa konsekuensi diterima dan berlakunya kaidah-kaidah penuntun dalam pembuatan kebijakan negara terutama dalam politik hukm nasional. Mahfud M.D juga menyatakan bahwa dari Pancasila itu juga lahir sekurangnya 4 kaidah penuntun dalam pembuatan politik hukum, yaitu:
1)      Kebijakan umum dan politik harus tetap menjaga integrasi bangsa
2)      Kebijakan umum dan politik harus didasarkan pada upaya untuk membangun demokrasi dan nomokrasi
3)      Kebijakan umum dan politik harus didasarkan pada upaya membangun keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
4)      Kebijakan umum dan politik harus didasarkan pada prinsip toleransi beragama dan berkeadaban
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
1)      Pancasila sebagai dasar negara adalah segala sumber tertib hukum
2)      Meliputi suasan kebatinan
3)      Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara
4)      Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung  dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
5)      Merupakan sumber semangan abadi bagi penyelenggaraaan negara
Setiap Pancasila merupakan satu kesatuan yang integral, yang saling mengandaikan dan saling mengunci. Ketuhanan dijunjung tinggi dalam kehidupan bernegara, tetapi diletakkan dalam konteks negara kekeluargaan yang agaliter, yang mengatasi paham perseorangan dan golongan, selaras dengan visi kemanusian yang adil dan beradab, persatuan kebangsaan demokrasi permusyawaratan yang menekankan consensus seta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara
            Untuk memahami urgensi Pancasila sebagai dasar Negara dapat menggunakan 2 pendekatan, yaitu institusional (Kelembagaan) dan Human Resourses (Personal atau sumber daya manusia). Pendekatan Institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan Negara yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila sehingga Negara Indonesia memenuhi unsur-unsur sebagai Negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan Negara atau terpenuhinya kepentingan nasional (National Interest), yang bermuara pada terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Sementara, Human Resourses terletak pada dua aspek, yaitu orang-orang yang memegang jabatan dalam pemerintahan (aparatur Negara) yang melaksanakan nilai-nilai pancasila secara murni dan konsekuen di dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawab nya sehingga foemulasi kebijakan Negara akan menghasilkan kebijakan yang mengejawantahkan kepentingan rakyat.
             Pancasila sebagai dasar Negara mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan dan pedoman dalam membentuk dan menyelenggarakan Negara, termasuk menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
2. Hubungan Pancasila dengan proklamasi kemerdekaan RI
Pada hakikatnya, Proklamasi 17 agustus 1945 bukanlah merupakan tujuan semata-mata, melainkan merupakan suatu sarana, isi, dan arti yang pada pokoknyamemuat dual hal sebagai berikut:
a.       Pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, baik pada dirinya sendiri maupun terhadap dunia luar.
b.      Tindakan-tindakan yang segera harus diselenggarakan berhubung dengan pernyataan kemerdekaan itu (kaelan, 1993:62)

Letak dan sifat hubungan antara proklamasi kemerdekaan dengan pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:
a.       Disebutkan kembali pernyataan kemerdekaan dalam bagian ketiga pembukaan menunjukan bahwa antara proklamasi dengan pembukaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat di pisah-pisah kan.
b.      Ditetapkannya pembukaan pada 18 agustus 1945 bersama-sama di tetapkannya UUD , Presiden dan wakil presiden merupakan realisasi bagian kedua Proklamasi.
c.       Pembukaan hakikatnya merupakan pernyataan kemerdekaan yang lebih rinci dari adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan, dalam bentuk Negara Indonesia merdeka, berdaulat, bersatu, adil, dan makmur dengan berdasarkan asas kerohanian pancasila.
d.      Dengan demikian, sifat hubungan antara pembukaan dan proklamasi, yaitu : memberikan penjelasan terhadap dilaksankannya proklamasi pada 17 agustus 1945, memberikan penegasan terhadap di laksanakannya proklamsi, dan memberikan pertanggung jawaban terhadap dilaksanakan proklamasi (Kaelan, 1993:62-64).

3. Hubungan Pancasila dengan pembukaan UUD 1945
            Notonagoro (1982:24-26) menegaskan bahwa undang-undang dasar tidak merupakan peraturan hukum yang tertinggi. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut :
1.      Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak sebagai Staatsfundamentalnorm.
2.      Pancasila merupakan asas kerohanian pembukaan UUD 1945 sebagai Staatsfundamentalnorm.
4. Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD NRI 1945
            UUD NRI 1945 terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal. Hal ini berarti bahwa penjelasan UUD 1945 sudah tidak lagi menjadi bagian dari ketentuan dalam UUD 1945.
  4. Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD NRI 1945
Terkait dengan penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD 1945,simak bunyi penjelasan UUD 1945,sebagai berikut.
“Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara,baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.”
Pola pemikiran dalam pokok-pokok pikiran penjelasan UUD 1945 tersebut,merupakan penjelmaan dari pembukaan UUD 1945 ,Pancasila merupakan asas kerohanian dari pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm. Apabila disederhanakan,maka pola pemikiran tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :
1.      Pancasila merupakan asas kerohanian dari pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm.
2.      Pembukaan UUD 1945 dikristalisasikan dalam wujud pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
3.      Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 terjelma dalam pasal-pasal UUD 1945.
5. Impelementasi Pancasila dalam Perumusan Kebijakan
a. Bidang Politik
Implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan pada bidang politik dapat ditransformasikan melalui sistem politik yang bertumpu kepada asas kedaulatan rakyat berdasarkan konstitusi,mengacu pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Implementasi asas kedaulatan rakyat dalam sistem politik Indonesia,baik pada sektor suprastruktur maupun infrastruktur politik,dibatasi oleh konstitusi.
Beberapa konsep dasar implementasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang politik,dapat dikemukakan sebagai berkut:
1)      Sektor Suprastruktur Politik
Suprastruktur politik adalah semua lembaga-lembaga pemerintahan,seperti legislatif,eksekutif,yudikatif,dan lembaga pemerintah lainnya baik di pusat maupun di daerah.Lembaga-lembaga pemerintahan tersebut berfungsi memformulasikan, mengimplementasikan,dan mengevaluasi kebijakan publik dalam batas kewenangan masing-masing. Kebijakan publik tersebut harus mengakomodasi input atau aspirasi masyarakat (melalui infrastruktur politik) sesuai mekanisme atau prosedur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Di samping substansi,

Kebijakan publik tersebut harus merupakan terjemahan atau mengartikulasikan kepentingan masyarakat,pemerintah juga harus melindungi,memajukan,menegakkan,dan memenuhi hak asasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945.
2)      Sektor Masyarakat
Nilai-nilai pancasila akan menuntun masyarakat ke pusat inti kesadaran akan pentingnya harmoni dalam kontinum antara sadar terhadap hak asasinya di satu sisi dan kesadaran terhadap kewajiban asasinya di sisi lain sesuai dengan ketentuan dalam pasal 28 J ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.

b. Bidang Ekonomi
     Spirit yang terkandung dalam pasal 33,pasal 27 ayat (2),dan pasal 33 ayat (1),(2),(3),(4), dan (5),serta pasal 34 UUD 1945 adalah ekspresi dari jiwa nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam bidang ekonomi. Keberadaan ketiga bentuk badan usaha di samping usaha perseoranggan,yaitu Badan Usaha Milik Perseorangan/Swasta,Koperasi,dan Badan Usaha Milik Negara merupakan cerminan kepribadian manusia Indonesia yang terpancar terutama dari nilai sila ke-lima yang lebih bertumpu pada sosialitas dan sila ke-dua yang lebih bertumpu pada individualitas terkait sistem perekonomian nasional.
Sebagai  bahan pembanding atas uraian tersebut,berikut adalah pandangan Mubyarto dan Oesman dan Alfian (1993:240-241) mengenai 5 prinsip pembangunan ekonomi yang mengacu kepada nilai pancasila,yaitu sebagai berikut:
1.    Ketuhanan Yang Maha Esa, roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi,sosial,dan moral;
2.    Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan pemerataan sosial (egalitarian),sesuai asas-asas kemanusiaan;
3.    Persatuan Indonesia, prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh. Hal ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi;
4.    Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk saling konkrit dari usaha bersama;
5.    Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial.
C. Bidang Sosial Budaya
Sejatinya masyarakat INDONESIA memiliki karakter hidup bergotong royong  sebagai yang disampaikan Bung Karno 1 Juni 1945. Tetapi zaman sekarang karakter itu mulai memudar, rasa persatuan terus tergerus oleh ombak globalisasi yang bermuatan nilai individualistic. Strategi yang dilakukan pemerintah adalah dengan pasal 31 ayat (5) dan pasal 32 ayat (1,2) UUD 1945 dalam pasal 31 disebutkan bahwa” pemerintah mengajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai agamana dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia” SEDANGKAN dalam pasal 32 “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai nilai budayanya”
Nilai nilai instrumental diatas sesuai dengan pendapat SELO SOEMARDJAN dalam Oesman dia mengaktan bahwa kebudayaan suatu masyarakat dapat berkembang dengan capat dan lambat hanya sedikit perubahan teknologi yang di pengaruhi Negara oleh karna itu bila masyarakat mempunyai kebudayaan dan system kenegaraan diwarnai dengan jiwa yang sama maka masyarakat dan Negara itu dapat hidup denagn jaya dan bahagia akan tetapi bila kedua unsure itu berbeda atau bertentangan kedua belah pihak akan selalu menderita oleh karena itu kita harus menjaga karakter gotong royong dan mengiplementasikan pada masa yang kekinian
D. Bidang Hankam
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) UUD 45  “setiap warga Negara berhak dan wajib itu serta dalam upaya bela Negara” bela Negara dapat didefinisikan sebagai segala sikap dan prilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaanya kepada tanah air dan bangsa dalam menjaga kesangsungan hidup bangsa dan Negara berdasarkan pancasila gunamewujudkan tujuan nasional
Bela Negara dalam konteks khusus perjuangan fisik terkait dengan istilah pertahanan dan keamnana. Dalam pembangunan pertahanan adalah daya upaya bangsa dalam membangun dan menggunakan kekuatan nasionalnya untuk mengatasi semua ancaman baik dari luar atau dalam yang bisa mengancam integritas nasional
Dalam menjaga indoneisa bukan hanya aparat hukum dan pemeritah yang berkontribusi tetapi seluruh masyarakat tidak terkecuali. Bagaikan Rumah Negara harus lah dijaga agar seluruh barang berharga yang kita miliki utuh dan selamat.

Comments