Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial selalu
akan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya, termasuk juga membutuhkan orang
lain untuk dapat memenuhi
kebutuhannya. Hal ini terlihat juga dalam terselenggaranya kehidupan ekonomi
masyarakat kita. Dimana dimana ada penjual pasti ada pembeli dan dimana ada
pelaku usaha pasti juga ada konsumen sebagai pihak yang menggunakan
barang dan jasanya. Fungsi dan peran pelaku usaha dan konsumen sudah pasti
berbeda, tetapi meskipun berbeda keduanya terikat tidak dapat
dilepaskan. Tetapi dalam pelaksanaannya dengan perbedaan kepentingan diantara
konsumen dan pelaku usaha sangat dimungkinkan terjadi perselisihan. Terhadap perselisihan
tersebut biasanya cenderung kepentingan konsumen yang dirugikan oleh pelaku
usaha, meskipun ada juga konsumen nakal yang berusaha mendapatkan keuntungan
dari pelaku usaha untuk memberikan ganti kerugian. Oleh karena itu dalam
ketentuan Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yang selanjutnya
disebut dengan UUPK dinyatakan bahwa “setiap konsumen yang diruaikan dapat menggugat
pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan
yang berada di lingkungan peradilan umum”.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsumen?
2. Apa
yang dimaksud perlindungan konsumen?
3. Bagaimana dasar hukum perlindungan
konsumen?
4. Apa saja asas dan
tujuan perlindungan konsumen?
5. Apa
saja prinsip-prinsip hukum perlindungan
konsumen?
6. Apa hak dan kewajiban
konsumen?
7. Apa hak dan kewajiban
produsen terhadap konsumen?
8. Apa yang dimaksud penegakan hukum?
9. Apa saja faktor-faktor yang
menyebabkan permasalahan perlindungan konsumen?
10. Apa saja upaya untuk mengatasi
kendala penegakan hukum di Indonesia?
11. Apa sanksi dalam UU Perlindungan
Konsumen?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan konsumen
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan perlindungan konsumen
3. Untuk mengetahui dasar hukum
perlindungan konsumen
4. Untuk mengetahui tujuan dan asas
perlindungan konsumen
5. Untuk
mengetahui prinsip hukum perlindungan konsumen
6. Untuk
mengetahui hak dan kewajiban konsumen
7. Untuk
mengetahui hak dan kewajiban produsen terhadap
konsumen
8. Untuk mengetahui apa yang dimaksud penegakan hukum
9. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
permasalahan perlindungan konsumen
10. Untuk
mengetahui upaya untuk mengatasi kendala penegakan
hukum di Indonesia
11. Untuk
mengetahui Sanksi dalam UU Perlindungan Konsumen
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
Berikut ini adalah beberapa pendapat
para ahli tentang konsumen antara lain :
1. Pengertian konsumen menurut Philip
Kotler, Konsumen adalah semua individu yang membeli, memakai, atau memperoleh
barang atau jasa untuk mereka konsumsi secara pribadi.
2. Pengertian konsumen menurut Sri
Handayani, konsumen merupakan seseorang atau suatu organisasi yang membeli dan
menggunakan sejumlah barang atau jasa dari pihak produsen.
3. Pengertian konsumen menurut Aziz
Nasution, konsumen adalah orang-orang yang mendapatkan barang atau jasa yang
mereka gunakan untuk suatu tujuan tertentu.
4. Pengertian konsumen menurut ketentuan
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
2.2 Pengertian
Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen diatur dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK 8/1999) tentang Perlindungan Konsumen,
menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Hukum
perlindungan konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban
produsen/pelaku usaha, serta cara-cara mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban
itu.
2.3 Dasar
Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen yang berlaku di
Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah..
Hukum Perlindungan Konsumen merupakan
cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum
konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal
30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan
Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh
pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan
oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
Di Indonesia, dasar hukum yang
menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
·
Undang Undang Dasar
1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan
Pasal 33.
·
Undang Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
·
Undang Undang No. 5
tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak
Sehat.
·
Undang Undang No. 30
Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·
Peraturan Pemerintah
No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen
·
Surat Edaran Dirjen
Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan
konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·
Surat Edaran Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman
Pelayanan Pengaduan Konsumen
Konsumen yang merasa haknya dilanggar
bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian
sengketa konsumen (BPSK).
Dasar hukum tersebut bisa menjadi
landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan perlindungan konsumen.
2.4 Tujuan dan Asas
Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen bertujuan untuk
memberikan kepastian dan keseimbangan hukum antara produsen dan konsumen
sehingga terwujud suatu perekonomian yang sehat dan dinamis sehingga terjadi
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan perlindungan konsumen diatur
dalam dalam Pasal 3 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan,
dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian dan/atau
jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen
dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi.
Keinginan yang hendak dicapai dalam
perlindungan konsumen adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Dalam menegakkan hukum perlindungan diperlukan pemberlakuan
asas-asas yang berfungsi sebagai landasan penempatan hukum.
Asas perlindungan konsumen diatur dalam
Pasal 2 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
a. Asas Manfaat
Segala upaya yang dilakukan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Dengan kata
lain, tidak boleh hanya salah satu pihak saja yang memperoleh manfaat,
sedangkan pihak lain mendapatkan kerugian.
b. Asas Keadilan
Dalam hal ini, tidak selamanya sengketa
konsumen di akibatkan oleh kesalahan pelaku usaha saja, tetapi bisa juga di
akibatkan oleh kesalahan konsumen yang terkadang tidak tahu akan kewajibannya.
Konsumen dan produsen/pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan
kewajiban secara seimbang.
c. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan ini dimaksudkan untuk
memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban para pelaku usaha dan
konsumen. Menghendaki konsumen, produsen/pelaku usaha dan pmerintah memperoleh
manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum perlindungan
konsumen.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan
Asas ini bertujuan untuk memberikan
adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang
dikonsumsi/dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengancam
ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya.
e. Asas Kepastian Hukum
Asas ini bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan menjalankan
apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Tanpa harus membebankan tanggung jawab
kepada salah satu pihak, serta negara menjamin kepastian hukum.
2.5 Prinsip-
Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen
1. Let The Buyer Beware
·
Pelaku Usaha
kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu proteksi.
·
Konsumen diminta untuk
berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.
·
Konsumen tidak
mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.
·
Dalam UUPK Caveat
Emptor berubah menjadi caveat venditor.
2. The due Care Theory
·
Pelaku usaha mempunyai
kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun
jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.
·
Pasal 1865 Kuhperdata
secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan mempunyai suatu hak atau
untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau menunjuk pada suatu
peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristirwa tersebut.
·
Kelemahan beban berat
konsumen dalam membuktikan.
3. The Privity of Contract
·
Prinsip ini menyatakan,
pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru
dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual.
·
Pelaku usaha tidak
dapat disalahkan atas hal hal diluar yang diperjanjikan. Fenomena kontrak
kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang jelas
betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.
4. Kontrak bukan Syarat
Prinsip ini tidak mungkin lagi
dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan
eksistensi suatu huungan hukum
2.6 Hak
dan Kewajinan Konsumen
Hak-Hak Konsumen
Setiap konsumen tentunya memiliki hak
serta kewajiban mereka sendiri. Hal ini sudah dijelaskan dalam undang-undang
perlindungan konsumen.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen
pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan
barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat
keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan
pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga
terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang
kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum,
sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. Selain hak-hak yang
disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif
persaingan curang.
Di Indonesia persaingan curang ini
diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian
jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya
hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala
sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi
konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X,
dan XI).
Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5
Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi
dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar
yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
2.7
Hak Dan Kewajiban Produsen Terhadap
Konsumen
Produsen ialah orang yang menghasilkan
barang atau jasa untuk keperluan konsumen. Barang atau jasa yang dihasilkan
produsen disebut produksi, sedangkan yang memakai barang dan jasa disebut
konsumen.
Hak Produsen (pelaku usaha/wirausahawan)
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha
juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 UUPK adalah:
1. Hak menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum
dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri
sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik
apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban produsen
1. Beritikad baik dalam kegiatan
usahanya
2. Memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
3. Memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa
yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
dan/atau jasa yang berlaku
5. Memberi kesempatan kepada konsumen
untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan
6. Memberi kompensasi, ganti rugi,
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi ganti rugi
dan/atau penggantian bila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan
tidak sesuai dengan perjanjian.
2.8 Teori
Penegakan Hukum
Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai
usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar
tidak terjadi pelanggaran makan memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya
ditegakan kembali. Bila berbicara mengenai penegakan hukum, maka tidak akan
terlepas pula untuk berbicara masalah hukum. Berfungsinya hukum dalam masyarakat
di mana hukum itu diberlakukan tidak bisa terlepas dari kajian budaya hukum,
kesadaran hukum dan penegakan hukum.
Menurut Soerjono Soekanto penegakan
hukum adalah kegiatan penyerasian antara apa yang ada di dalam kaidah-kaidah
sejumlah peraturan-perundangan untuk menciptakan, pemeliharaan dan mempertahankan
kedamaian dalam pergaulan hidup.
Penegakan hukum perlindungan konsumen
senantiasa mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing dengan
menghasilkan produk bermutu sesuai ketentuan atau peraturan yang berlaku dan
menciptakan iklim perdagangan dalam negeri yang sehat dan kondusif.
Aspek-aspek yang berkaitan dengan
pelaksanaan penegakan hukum perlindungan konsumen meliputi aspek pengamanan
pasar dalam negeri, standardisasi mutu, pengembangan mutu barang, pengawasan
barang dan jasa yang beredar, hingga pada penanganan kasus dan pengaduan
konsumen.
Pelaksanaan pengawasan barang beredar
dan jasa, diharapkan dapat membendung kemungkinan masuknya barang-barang yang
tidak sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku. Dalam kerangka
melindungi konsumen, pengembangan fungsi perlindungan konsumen diarahkan untuk
membangun konsumen yang cerdas, yaitu konsumen yang mengetahui serta memahami
hak dan kewajibannya.
2.9 Faktor
yang Menyebabkan Permasalahan Perlindungan Konsumen
Kendala perlindungan konsumen menjadi
sebuah permasalahan yang sangat serius, dan perlu adanya penanganan.
Berdasarkan data laporan yang masuk ke kepolisian setiap tahunnya pelanggaran
UU Perlindungan Konsumen selalu mengalami kenaikan. Konsumen merupakan pihak
yang lemah dalam suatu transaksi, dikarenakan konsumen adalah pihak pertama
yang memenuhi kewajiban atau pembayaran, dan kesempatan itulah yang
dimanfaatkan pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan.
Masalah perlindungan konsumen adalah
sebuah permasalahan yang sering terjadi di masyarakat dan sulit dalam
penanganannya, selama masih banyaknya konsumen yang dirugikan. Terdapat dua
faktor yang menyebabkan permasalahan perlindungan konsumen, yaitu:
Faktor Internal
1) Konsumen merasa pesimis mendapatkan
ganti rugi, karena transaksi dilakukan tanpa berinteraksi secara langsung
dengan pelaku usaha/penjual.
2) Konsumen merasa kerugian tidak
terlalu besar sehingga merasa tidak perlu mencari ganti rugi.
3) Kurangnya pengetahuan masyarakat akan
perlindungan konsumen yang disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan
pembinaan.
b. Faktor Ekternal
1) Konsumen merasa penyelesaian sengketa
melaui jalur hukum dirasa terlalu ribet, memakan waktu, serta biaya yang tidak
sedikit
2) Lemahnya penegakan hukum di
Indonesia, hal itu terlihat dari banyaknya kasus yang tidak ditindak lanjuti.
2.10 Upaya
untuk Mengatasi Kendala Penegakan hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia
Upaya penegakan dalam perlindungan
konsumen bukan saja pada penyelesain sengketa konsumen untuk memberikan hak dan
kewajiban konsumen dalam perkara sengketa konsumen, tetapi harus dimulai dari
upaya pengawasan dan standardisasi mutu produksi. standardisasi mutu produksi
menekan pada apa yang harus di produksi oleh produsen dan menjamin kualitas
dari produksi-produksi para produsen atau pelaku usaha.
Upaya penegakan hukum dalam penyelesaian
sengketa konsumen dan pemberian sanksi bertujuan memberikan kesadaran dan
kehati-hatian bagi pelaku usaha. Oleh karena itu penegakan hukum pada penerapan
sanksi atau hukuman baik pada aspek pidana, perdata, dan aspek admininstratif
semata-mata hanya untuk merangsang sikap pelaku usaha ataupun juga terhadap
konsumen itu sendiri terkait manajemen resiko, manajemen resiko yang dimaksud
adalah manajemen resiko hukum.
Upaya mengatasi kendala penegakan hukum
perlindungan konsumen di Indonesia bukanlah sesuatu yang mudah dibutuhkan
proses yang panjang serta peran dari semua pihak.
Ada beberapa metode dalam bentuk
tindakan yang dapat dipakai, untuk mengatasi permasalahan tersebut,
tindakan-tindakan yang dapat diambil antara lain:
a. Secara Preventif
Tindakan preventif yaitu tindakan yang
dilakukan oleh pihak berwajib sebelum penyimpangan sosial terjadi agar suatu
tindak pelanggaran dapat diredam atau dicegah. Pengendalian yang bersifat
preventif umumnya dilakukan dengan cara melaui bimbingan, pengarahan dan
ajakan.
b. Secara Represif
Tindakan represif yaitu suatu tindakan
aktif yang dilakukan pihak berwajib pada saat penyimpangan sosial terjadi agar
penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan.
c. Secara Kuratif
Tindakan kuratif yaitu tindakan yang
diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial. Tindakan ini ditujukan
untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku penyimpangan agar dapat
menyadari kesalahannya serta mampu memperbaiki kehidupannya, sehingga
dikemudian hari tidak lagi mengulangi kesalahannya.
2.11 Sanksi
dalam UU Perlindungan Konsumen
Dalam rangka memberikan perlindungan
hukum terhadap konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen menggunakan 3
sistem pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar. 3 sistem sanksi yang
dimaksud berupa sanksi perdata, administrasi, dan juga pidana.
1. Sanksi Perdata
Sanksi perdata berupa pemberian ganti
rugi oleh perusahaan kepada konsumen terhadap kerugian yang diderita konsumen
dari transaksi yang sudah terjadi. Bentuk sanksi perdata bisa berupa
pengembalian uang, penggantian barang, perawatan kesehatan, dan pemberian
santun-an.
Ganti rugi diberikan dalam tenggang
waktu atau jangka waktu 7 hari setelah tanggal transaksi. Pemenuhan ganti rugi
berdasarkan sanksi perdata tidak menggugurkan sanksi pidana.
2. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi dikenakan kepada
perusahaan yang tidak memenuhi tuntutan sanksi perdata. Sanksi administrasi ini
berupa penetapan denda maksimal Rp. 200.000.000 melalui Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen. Sanksi ini dikenakan terhadap pelaku usaha yang melanggar
pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, pasal 20, pasal 25, dan pasal 26 UUPK.
3. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan atas pelanggaran
tindak pidana berupa hukuman kurungan penjara. Bentuk sanksi pidana ada 2 jenis
yaitu:
1. Penjara 2 tahun atau denda sebesar
Rp. 500.000.000 terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam
·
pasal 11,
·
pasal 12,
·
pasal 13 ayat 1,
·
pasal 14,
·
pasal 16,
·
pasal 17 ayat 1 huruf d
dan huruf f UUPK.
2. Penjara 5 tahun atau denda Rp.
2.000.000.000 terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan. Yang sebagaimana
diatur dalam
·
pasal 8,
·
pasal 9,
·
pasal 10,
·
pasal 13 ayat 2,
·
pasal 15,
·
pasal 17 ayat 1 huruf
a, b, c, e, ayat 2,
·
pasal 18 UUPK
Terhadap sanksi pidana diatas dapat
dijatuhkan hukuman tambahan. Seperti perampasan barang tertentu,
1. pengumuman keputusan kehakiman,
2. pembayaran ganti rugi,
3. perintah penghentian suatu kegiatan
tertentu yang dapat menyebabkan timbulnya kerugian bagi konsumen,
4. kewajiban penarikan barang dari
peredaran,
5. dan pencabutan izin usaha.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konsumen merupakan setiap orang pemakai barang dan atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Perlindungan konsumen diatur dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK 8/1999) tentang Perlindungan Konsumen,
menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Hukum
perlindungan konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban
produsen/pelaku usaha, serta cara-cara mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban
itu.
Tujuan perlindungan konsumen diatur
dalam dalam Pasal 3 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan,
dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian dan/atau
jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen
dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi.
Asas perlindungan konsumen diatur dalam
Pasal 2 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
a. Asas Manfaat
b. Asas Keadilan
c. Asas Keseimbangan
d. Asas Keamanan dan Keselamatan
e. Asas Kepastian Hukum
Menurut Soerjono Soekanto penegakan
hukum adalah kegiatan penyerasian antara apa yang ada di dalam kaidah-kaidah
sejumlah peraturan-perundangan untuk menciptakan, pemeliharaan dan mempertahankan
kedamaian dalam pergaulan hidup.
Dalam rangka
mengembangkan upaya perlindungan
konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Badan perlindungan
konsumen nasional berkedudukkan di ibukota negara republik indonesia dan
bertanggung jawab kepada presiden. Badan perlindungan konsumen nasional
mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen indonesia.
Sumber
https://media.neliti.com/media/publications/183737-ID-penegakan-hukum-pidana-dalam-perlindunga.pdf
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/PH/article/download/1411/108
https://jurnal.uns.ac.id/privatlaw/article/download/30102/20416
https://www.kajianpustaka.com/2018/05/pengertian-tujuan-asas-perlindungan-konsumen.html?m=1
https://mastahbisnis.com/perlindungan-konsumen/
Comments
Post a Comment