Skip to main content

Asas Hukum Dalam Praktik Hukum Perusahaan

 

Hukum Perusahaan adalah hukum yang mengatur tentang tata kerja perusahaan, dari mulai pendirian, cara mendirikan dan pelaksanaan suatu badan usaha. Dalam pratik hukum perusahaan, badan usaha dapat dikenal dengan badan usaha berbentuk badan hukum dan tidak berbentuk badan hukum atau dalam tulisan ini disebut badan usaha bukan badan hukum (BUBBH). Dalam tulisan tesendiri dalam rangka pembahasan naskah akademik yang sama dengan tulisan ini telah ditulis mengenai badan usaha badan hukum, seperti perseroan terbatas (PT), koperasi, perseroan (persero) BUMN, perusahaan umum (perum) dan lainnya dan oleh karena itu dalam tulisan ini tidak dibahas lagi, akan tetapi asas-asas hukum yang dipakai dan menjadi dasar pembentukan, tata kerja dan tanggung jawab perusahaan tersebut (khususnya perseroan terbatas) akan dijelaskan dibawah nanti. Pentingnya asas bagi tata hukum perusahaan untuk memberikan penguatan terhadap pembentukan hukum badan usaha.

Apabila dikaji secara komprehensif, dalam sistem hukum perusahaan Indonesia terdapat asas-asas hukum yang dijadikan dasar pembentukan hukum perusahaan yang berlaku. Asas-asas tersebut seperti akan dijelaskan di bawah ini.

a. Asas-asas Hukum Perjanjian

Asas ini dapat ditemukan dalam pengertian Perseroan Terbatas sebagai salah satu bentuk badan usaha yang berbadan hukum, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa : Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian....dst. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa PT sebagai badan usaha didirikan atas dasar perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih. Dengan adanya perjanjian para pihak yang dituangkan dalam akta notaris dalam bentuk anggaran dasar perseroan terbatas maka berlakulah asas-asas hukum perjanjian dalam pendirian, pelaksanaan perseroan tersebut. Asas-asas umum hukum perjanjian tersebut antara lain ;

  1.  Asas Konsensualisme
  2.  Asas Kebebasan Berkontrak
  3.   Asas Pacta sunt servanda
  4.  Asas Keseimbangan
  5.  Asas Itikad Baik (good faith)
  6.  Asas Kepatutan
  7.  Asas Kebiasaan
  8.  Asas Moral

b. Asas Tanggung Jawab Sosial & Lingkungan (Corporate Social Responsibility/CSR)

Asas tanggung jawab sosial ini merupakan asas yang mengharuskan setiap pelaku usaha (perusahaan) guna ikut mewujudkan upaya pembangunan ekonomi berkelenjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi pelaku usaha (perusahaan), komunitas setempat dimana pelaku usaha (perusahaan) menjalankan usahanya, maupun bagi masyarakat pada umumnya. Hal ini sangat penting demi terjalinnya hubungan pelaku usaha (perusahaan) yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat.

Asas ini sudah diterapkan di Indonesia dengan dinyatakan secara tegas dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pada Pasal 74 disebutkan : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alamwajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

c. Asas Corporate Separate Legal Personality

Asas ini dikenal dalam Perseroan Terbatas, yang esensinya bahwa suatu perusahaan, dalam hal ini PT, mempunyai personalitas atau kepribadian yang berbeda dari orang yang menciptakannya. Doktrin dasar PT adalah bahwa perseroan merupakan kesatuan hukum yang terpisah dari subjek hukum pribadi yang menjadi pendiri atau pemegang saham dari perseroan tersebut. Ada suatu tabir (veil) pemisah antara perseroan sebagai suatu legal entity dengan para pemegang saham dari perseroan tersebut.

Asas ini secara konkrit dapat ditemukan pada Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menentukan Pemegang Saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugia Perseroan melebihi saham yang dimilikinya.

d. Asas Piercing the Corporate Veil

Berkaitan dengan asas Corporate Separate Legal Personality tersebut di atas yang membatasi tanggung jawab pemegang saham, dalam hal-ha tertentu pembatasan tersebut dapat diterobos dengan syarat dan keadaan tertentu. Sehingga tanggung jawab pemegang saham tidak lagi terbatas pada nilai pemilikan sahamnya. Penerobosan keterbatasan tanggung jawab pemegang saham Perseroan Terbatas tersebut dikenal dengan asas Piercing the Corporate Veil. Dalam Undang-Undang PT Tahun 2007 hal ini diatur pada Pasal 3 ayat (2), dimana dalam ayat tersebut diketahui untuk dapat terjadinya Piercing the Corporate Veil harus memenuhi syarat sebagai berikut :

  1. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi
  2. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung dengan itikad perseroan semata-mata
  3. pemegang saham yang bersangkutan terlibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan
  4. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

e. Asas Fiduciary Duty

Esensi dari asas ini bahwa Direksi sebagai salah satu organ dalam Perseroan Terbatas yang yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagaimana halnya tanggung jawab terbatas pemegang saham PT, keterbatasan tanggung jawab itu juga berlaku terhadap anggota direksi meskipun tidak secara tegas dinyatakan dalam pasal-pasal Undang- Undang PT.

Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 97 ayat (3) Undang- Undang PT Tahun 2007 yang mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dari ketentuan itu secara acontrario dapat diartikan bahwa apabila anggota direksi tidak bersalah dan maupun tidak memanfaatkan kepentingan pribadi; langsung buruk untuk dalam tidak lalai menjalankan tugasnya, maka berarti direksi tidak bertanggung jawab penuh secara pribadi.

f. Asas Fiduciary Skill & Care

Asas ini menekankan bahwa seorang direksi suatu perseroan haruslah seseorang yang memiliki keahlian dan kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum dan harus memiliki tanggung jawab sebagai "bapak rumah yang baik" dalam mengelolan perseroan.

g. Asas Domisili

Asas domisili adalah asas yang menngharuskan suatu badan usaha mempunyai tempat kedudukan yang biasanya disebutkan dalam akta pendirian tempat kedudukan (domisili) ini berfungsi sekaligus sebagai kantor pusat suatu badan usaha. Domisili atau tempat kedudukan badan usaha ini untuk mempermudah suatu badan usaha dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain.

h. Asas Kekeluargaan

Asas kekeluargaan ini merupakan suatu asas yang dinyatakan secara konstitusional dalam UUD 1945 pada Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dimaksudkan bahwa dalam melakukan pengurusan perusahaan, direksi, pemegang saham dan komisaris serta karyawan yang bekerja dalam perusahaan dituntut untuk membangun sistem kekeluargaan sebagai bangsa Indonesia dengan menghormati dan menjunjung tinggi keberagaman. Asas kekeluargaan dimaksud tidak diartikan sebagai semangat nepotistik yang bersifat kekerabatan (family system)

 

 

Comments